Aksi Kamisan Purwokerto: Kita Tidak Perlu Menjadi Korban untuk Bisa Mewujudkan Keadilan

Sejumlah pemuda Komite Daerah Aksi Kamisan Purwokerto melakukan aksi di Tugu Pembangunan Banyumas pada Kamis (29/2).

 

PURWOKERTO, Campussia.com – Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Komite Daerah Aksi Kamisan Purwokerto melakukan aksi di Tugu Pembangunan Banyumas pada hari Kamis, 29 Februari 2024. Aksi bertajuk “Cabut Pemberian Pangkat Kehormatan terhadap Penjahat HAM” tersebut bertujuan untuk merawat ingat, menolak lupa, dan mengusut tuntas impunitas atau pelanggaran hak asasi manusia yang dibiarkan.

“Kami menginisiasi di Purwokerto untuk melaksanakan aksi kamisan setiap hari Kamis. Sebagai bentuk aspirasi, kita menyampaikan pendapat bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM ini harus diselesaikan dan diusut tuntas. Kemudian kita mempunyai salah satu tuntutan bahwa dengan banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, kita mempunyai tuntutan bahwa negara harus membentuk atau mendirikan peradilan HAM” ucap Sidiq, salah satu bagian dari komite Aksi Kamisan Purwokerto.

Ketika diwawancarai, Sidiq berpandangan bahwa para pelanggar HAM di Indonesia masih berseliweran, bahkan diberikan posisi strategis di negeri ini. Ia menyoroti beberapa hal yang terjadi di Indonesia. Pertama, soal pemberian gelar Jenderal Kehormatan bintang empat oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang pernah terlibat kasus pelanggaran HAM. Kedua ialah janji Presiden Jokowi pada periode pertama jabatannya untuk mencari aktivis Wiji Thukul dan pelaku yang menculiknya. Namun, di periode kedua jabatannya, belum ada kasus yang terselesaikan, termasuk dua belas kasus pelanggaran HAM berat yang pernah diakuinya.

Dalam orasinya, sekelompok pemuda tersebut juga menyebutkan kasus penangkapan sembilan petani yang dituduh mengancam proyek Bandara VVIP IKN (Ibu Kota Nusantara) di Kalimantan Timur. Penangkapan yang dilakukan oleh aparat ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Terdapat pula kasus terkait agraria yang lain, seperti kasus tiga petani Pakel, masyarakat sipil di Urut Sewu, serta di Wadas. Semua itu – disebutkannya, sebagai perwujudan masyarakat yang sedang memperjuangkan hak-hak mereka, sementara di Indonesia belum ada agraria sejati.

“Yang jelas, aksi ini tentu kita menyuarakan siapapun yang mendengar, siapa pun yang memiliki jabatan, yang mempunyai hati nurani untuk bisa mewujudkan keadilan. Kami meminta bahwa semuanya bisa ikut serta mengawal kasus pelanggaran HAM yang ada di Indonesia. Kita tidak perlu menjadi korban untuk bisa mewujudkan keadilan, untuk bisa berjuang memperjuangkan keadilan bagi keluarga korban. Tapi, cukup mempunyai hati nurani untuk memperjuangkan itu semua. Itu sudah menjadi hal yang cukup.” tutur Sidiq.

Reporter: Nita Maysaroh, Anisa Nur Mareta, Vina Melfiana | Penulis: Anisa Nur Mareta | Transkriptor: Meylani Puji Lestari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *