Kilas Audiensi, Rektor Cengar-Cengir: Saya Tidak Tahu Persis

Purwokerto-campussia.com. Seruan audiensi terlihat menggemparkan Gedung Rektorat Unsoed setidaknya dari siang hingga petang (26/04). Ratusan mahasiswa yang tergabung dari berbagai elemen organisasi kemahasiswaan Unsoed mendesak masuk, menuntut paksa pencabutan Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 yang dinilai tidak masuk akal. Namun, tuntutan yang dilayangkan mahasiswa tidak membuahkan hasil manis, hanya titipan janji dari sang rektor.

Menjelang satu minggu pelaksanaan registrasi online mahasiswa baru Unsoed jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), telah diwarnai kritik tajam dengan adanya ketetapan rektor dalam peraturannya. Pasalnya Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 berisi tentang kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) secara drastis apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu pada Peraturan Rektor Nomor 15 Tahun 2023.

Terdapat setidaknya 386 mahasiswa baru yang melaporkan pengaduan kepada Adkesma BEM Unsoed tentang UKT yang tiba-tiba melejit. Artinya masih banyak calon mahasiswa yang belum berani melanjutkan registrasi karena takut akan mendapat UKT tinggi. Hadir ditengah seruan audiensi, tiga orang calon mahasiswa baru yang menyampaikan keluhannya secara langsung di hadapan rektor. Mereka menyebut bahwa penghasilan serta tanggungan orang tua tidak sesuai dengan kemampuan UKT yang harus dibayarkan. Tidak hanya soal UKT, mereka juga harus mempertimbangkan biaya hidup selama kuliah di Unsoed. 

“Mengapa pengumuman besaran UKT tidak disebarkan sebelum SNBP? Saya kecewa karena telah menaruh ekspektasi yang besar terhadap Unsoed. Kami pikir dengan kuliah di sini dapat mengurangi beban orang tua, tapi mengapa UKT nya sangat mahal pak?!” ungkap Isna, calon mahasiswa baru di depan sang rektor.

Aliansi gerakan mahasiswa yang tergabung dalam audiensi tersebut, merumuskan empat tuntutan diantaranya yaitu:

  1. Penolakan terhadap Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 tentang kenaikan UKT, dan mengembalikan pada aturan sebelumnya.
  2. Pengembalian peraturan potongan UKT 50% bagi mahasiswa akhir.
  3. Pegembalian peraturan penyesuaian UKT mahasiswa aktif untuk setiap semesternya.
  4. Penyebaran informasi segala kebijakan agar dilakukan lebih cepat

Pihak rektorat menjelaskan bahwa UKT dihitung berdasarkan Biaya Kuliah Tunggal (BKT), yaitu biaya yang dibutuhkan untuk operasional pendidikan selama satu tahun. Penghitungan lebih lanjut dengan pertimbangan berbagai variabel seperti indeks wilayah, penghasilan, dan tanggungan orang tua calon mahasiswa. Rektor juga menyinggung adanya kesalahan input dari mahasiswa baru terkait pendapatan atau tanggungan sehingga menyebabkan UKT yang tertagih tidak sesuai dengan kemampuan orang tua calon mahasiswa baru.

“BKT yang anda (mahasiswa aktif) peroleh itu dari pengusulan tahun 2011/2012. Kemudian yang tahun 2024 adalah penyesuaian berasal dari kementerian dan itu perhitungannya adalah 12 tahun setelah tahun 2012 jadi ada aspek inflasi,” terang sang rektor.

Aspek keterbukaan menjadi pertanyaan besar mahasiswa terkait penghitungan besaran nominal UKT yang harus dibayarkan mahasiswa baru. Sementara itu rektor menawarkan crosscheck terhadap input data tanggungan mahasiswa baru, pasalnya rektor menyebut rekening listrik yang menjadi salah satu tanggungan, merupakan rerata dari tiga bulan terakhir. Namun, mahasiswa baru menegaskan bahwa sistem registrasi yang ada meminta input jumlah dari rekening listrik tiga bulan terakhir.

Merasa tak kunjung ada kejelasan sementara cuaca tengah hujan, mahasiswa mencoba mendesak masuk hingga terjadi kericuhan. Dari kericuhan tersebut ada seorang mahasiswa yang pingsan, sehingga semakin memancing emosi para demonstran. Banyaknya mahasiswa yang turun aksi menyebabkan tidak semua bisa masuk untuk diskusi perihal tuntutan dan penjelasan rektor terkait peraturannya. Sementara di lobi gedung putih hijau itu masih terjadi aksi oleh mahasiswa, yang tidak bisa masuk.

Kembali dilakukan audiensi dengan jalan diskusi di aula rektorat, beberapa perwakilan mahasiswa dari berbagai elemen melesakkan pertanyaan untuk dijawab rektor. Pertanyaan yang sering diajukan selain dari pada kemampuan dalam membayar UKT, ialah kesesuaian UKT yang dibayarkan dengan fasilitas kampus yang dinikmati mahasiswa, serta transparansi perhitungan UKT dan penggunaanya.

Pembentukan besaran UKT mengacu pada asas keterjangkauan dan keterbukaan yang mana penentuan level UKT didasarkan pada pendapatan dan tanggungan orang tua mahasiswa. Sementara penyusunan BKT sudah berbeda dari BKT tahun 2012, untuk sekarang ditentukan melalui sistem berdasarkan variabel wilayah provinsi, proses dan metode pembelajaran, institusi dan administrasi, serta akreditasi program studi.

“UKT kedokteran UI pada golongan 11 sebesar 17,5 juta. Namun kenaikan UKT Unsoed pada golongan 8 mencapai 33,5 juta. Sementara fasilitasnya tidak sesuai, ada gedung yang bocor,” tutur James, mahasiswa kedokteran Unsoed.

“Ada peraturan menteri yang membolehkan UKT tinggi selama masih dibawah BKT, namun itu kembali disesuaikan dengan kemampuan pembiayaan orang tua mahasiswa. Kenaikan ini karena aspek inflasi dari tahun 2012 dan Unsoed belum ada kenaikan. Sumber pembiayaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) berbeda dengan PTN Badan Layanan Umum (BLU). PTN BH memungkinkan perolehan pendapatan selain dari UKT. Sehingga tidak serta-merta dibandingkan dengan kampus lain, namun terukur berdasarkan penyesuaian pada variabel pendapatan dan tanggungan orang tua,” jawab Ahmad Shodiq selaku rektor Unsoed.

Mahasiswa berharap audiensi ini menjadi penengah antara keinginan mahasiswa dan pemerintah, sehingga tidak hanya keluar jawaban normatif sesuai peraturan yang didapat, tetapi juga jawaban dari aspek sosiologis yaitu hak pendidikan mahasiswa. Rektor sebagai pemimpin tertinggi seharusnya dapat memanfaatkan branding position atau penempatan diri agar tidak terkesan mengikuti peraturan pemerintah tanpa memperhatikan indeks wilayah.

Namun rektor kembali menegaskan, bahwa aspek kewilayahan ada pada sistem untuk wilayah Jawa, Bali, NTB adalah sama  yang kemudian muncul dengan gabungan variabel-variabel yang lain.

“Kami dalam menentukan tarif UKT mudah-mudahan mahasiswa telah memahami aspek tadi, yang kami khawatirkan justru kalau ada kekeliruan, dan kita katakan bahwa itu adalah anomali. Saya tidak bermaksud memasuki kehidupan pribadi orang lain, terkadang kebutuhan banyak, tanggungan pun banyak tapi ternyata yang memberatkan bukan biaya pendidikan tapi beban di pembiayaan lain seperti kredit di bank. Kalau benar membutuhkan akan kami bantu dengan cara akan kami kalibrasi kalau itu ada anomali. Kami komitmen untuk membantu saudara-saudara kami yang tidak mampu,” jelas rektor.

Pencabutan Peraturan Rektor tersebut tetap digaungkan mahasiswa sebagai tuntutan. Mereka menanyakan jaminan terhadap mahasiswa baru yang memiliki kekeliruan dalam input data, karena faktanya banyak yang mendapat UKT golongan 7 hingga golongan 8. Selain itu, mahasiswa baru menanyakan seharusnya pemberitahuan perubahan akan perbaikan kekeliruan itu diberitahukan di website.

“Dua hari proses registrasi kita mengamati banyak anomali, kami paham mungkin pada saat pengisian terjadi kekeliruan. Kami sudah mengumumkan di halaman website bahwa ‘bagi mahasiswa baru yang memiliki kesalahan dalam mengupload silahkan dapat menghubungi dan datang ke kantor (Unit Layanan Terpadu) ULT, dan memperbaikinya disana’ “ ujar salah satu pengelola website SPMB.

Rektor berterima kasih kepada para mahasiswa yang menyampaikan keluhan dari kekurangan di Unsoed yang menjadi bahan evaluasi. Tak lupa rektor menyampaikan bahwa dengan adanya perubahan penyesuaian dengan kondisi kebutuhan saat ini harapannya fasilitas akan menjadi lebih baik. Ia menambahkan bahwa UKT yang dibayarkan merupakan biaya yang telah disubsidi pemerintah jadi mahasiswa tidak menanggung biaya yang sebenarnya seperti yang tercantum dalam BKT.

Tetap tidak ada kejelasan antara masalah dan penjelasan yang diberikan rektor, mahasiswa terus meminta solusi. Seandainya banyak mahasiswa baru yang tidak melanjutkan kuliah karena UKT Unsoed mahal, padahal saat ini baru tahap penerimaan jalur SNBP bagaimana dengan nasib jalur lain setelahnya. Rektor menjawab jika benar-benar tidak mampu, maka disilahkan untuk datang ke ULT.

Permasalahan fasilitas lagi-lagi digaungkan oleh salah satu mahasiswa prodi keperawatan internasional, Lia, yang juga merupakan menteri Adkesma BEM Unsoed. Bahwa besaran UKT tidak sesuai dengan fasilitas yang didapat. Ruang kelas yang berbagi dengan program S2, terdapat pemakaian alat praktikum yang rusak, hingga praktikum dengan menggunakan obat-obatan kadaluarsa. Sementara sudah terdapat banyak aduan mahasiswa baru terkait UKT mereka yang sangat tinggi. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Aldo yang tergabung dalam BEM Fikes, yang mengungkap isu besaran UKT tertinggi untuk prodi keperawatan internasional yang mencapai 52 juta. Menurutnya tentu sangat tidak lazim dibandingkan fasilitas jalan menuju kampusnya yang rusak dan licin.

“Saya ada laporan pak, terkait UKT dari mahasiswa baru keperawatan bahwa pada tanggal 23 April, ia mendapat UKT 11 juta. Lalu dicek lagi tanggal 25 April UKT nya naik menjadi 18 juta, dan itu posisinya tinggal bayar tapi dicek lagi malah berubah,” ungkap Aldo sambil menunjukkan bukti pengaduan ke hadapan rektor.

“Yang berkaitan dengan perubahan perlu kami pelajari. Anda meminta jawaban dari saya, saya tidak tahu persis itu,” jawab sang Rektor dengan memperlihatkan deretan giginya, cengar cengir.

Seruan terdengar kembali oleh salah satu mahasiswa yang mengkhawatirkan jika penerapan UKT tinggi maka kemampuan finansial orang tua mahasiswa tidak selalu mampu dalam setiap semesternya untuk melakukan pelunasan. Sementara kebijakan penyesuaian UKT juga dipersulit dengan adanya aturan bahwa yang sudah mendapat penyesuaian UKT tidak boleh mengajukan lagi. Fenomena ini menjadi dilema yang dirasakan banyak mahasiswa, sehingga dikhawatirkan mahasiswa akan melakukan cara-cara instan yang berdampak buruk seperti mengikuti pinjaman online atau sampai bunuh diri karena tekanan yang dirasakan. Oleh karenanya, mahasiswa tetap kukuh dengan tuntutan pencabutan Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024.

Di akhir konferensi, sebelum  rektor meninggalkan ruangan, salah seorang mahasiswa mengajukan beberapa tuntutan yang diajukan oleh para mahasiswa. Mereka menuntut perihal pencabutan peraturan rektor No.6 Tahun 2024 dengan tenggat waktu Hari Senin jam 12.00 WIB untuk langsung dicabut dan dipublikasikan, perpanjangan waktu registrasi online mahasiswa baru jalur SNBP, serta penghapusan kebijakan penyesuaian UKT yang hanya berlaku sekali karena dianggap mempersulit proses administrasi.

Hingga petang, mahasiswa tetap dengan tuntutannya. Apabila tuntutan tadi tidak digubris, mereka mengancam akan datang lagi dengan masa yang lebih besar dan lebih tercerdaskan. Sementara itu, mahasiswa menunggu janji sang rektor untuk ditepati. sebelum meninggalkan ruangan konferensi, rektor menjawab seruan mahasiswa yang meminta jaminan akan tuntutan yang mereka layangkan.

“Oke ya, kami butuh waktu, terutama dengan para dekan. Nantinya masukan-masukan dari adik-adik semua ini akan menjadi bahan pertimbangan. Hasilnya nanti silakan kalau Anda berkenan jam 12 Mas ya? Oke, mudah-mudahan nanti bisa disampaikan ke panjenengan. Saya kira nganten itu nggih,” tutur sang rektor.

Menjelang pembubaran aksi dengan dipimpin oleh Presiden BEM Unsoed, para mahasiswa melepaskan almamater yang dikenakannya. Mereka mengangkat tinggi-tinggi tangan mereka dan menyerukan pernyataan sikap sebagai tindakan ekspresif guna menanggapi peristiwa yang terjadi.

“Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Hidup Pendidikan Indonesia! Kami keluarga besar mahasiswa Unsoed menyatakan bahwa kami kecewa! Sangat kecewa! Dengan ketetapan kampus untuk menaikkan biaya UKT dan IPI. Kampus seakan-akan buta dan tuli terhadap kesejahteraan mahasiswa. Kami keluarga besar mahasiswa Unsoed menuntut rektor yang pertama, untuk mencabut Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2024 dan menerapkan kembali Peraturan Rektor Nomor 15 Tahun 2023 yang mengatur biaya pendidikan mahasiswa Unsoed. Dua, untuk membatalkan kebijakan perihal nominal keringanan UKT yang diturunkan apabila mahasiswa akhir Unsoed mengajukan lebih dari satu kali dalam penyesuaian UKT yang harus diajukan satu kali dalam setiap semester bagi mahasiswa Unsoed. Yang ketiga, untuk lebih cepat dalam memasifkan penyebaran informasi perihal kebijakan kampus. Yang keempat, untuk memperpanjang waktu registrasi online bagi calon mahasiswa baru jalur SNBP tahun 2024. Turunkan UKT Unsoed! Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!” seru para mahasiswa Unsoed.

Bagaimana kelanjutan dari keputusan rektor? Akankah rektor menepati janjinya? Akankah tuntutan mahasiswa Unsoed dapat terwujud?

Reporter: Nita Maysaroh, Muftikhatul Hijriyah, Vina Melfiana, Bernadin Onnie Kusuma Dewi, Zulfatun Musyarofah | Penulis: Nita Maysaroh, Anisa Nur Mareta | Transkriptor: Reri Zakia Pramudita Riyadi, Fina Anis Amintarti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *